Saturday, April 27, 2024
Kontak Klip Berita
HomeOpiniKawasan Kota Tuo Episode Awal Sejarah Kota Bengkulu yang Nyaris Terabaikan

Kawasan Kota Tuo Episode Awal Sejarah Kota Bengkulu yang Nyaris Terabaikan

Muhardi

 Oleh : Muhardi *)

Kawasan Kota Tuo terletak di sepanjang jalan Enggano (sekitar aliran Sungai Bengkulu) kelurahan Pasar Bengkulu kecamatan Sungai SerutWilayahnya yang terhampar dari Tugu Perjuangan Rakyat Bengkulu sampai sekitar kelurahan Kampung Kelawi merupakan kawasan bersejarah di kota Bengkulu.  Ditemukan banyak tinggalan bersejarah dan arkeologis berupa situs benteng, bunker, bangunan masjid dan rumah lama, komplek pemakaman serta lokasi yang diperkirakan sebagai pusat kerajaan Sungai Serut dan objek lainnya yang diduga cagar budaya.

Menilik pada pola pemukiman. serta nama yang terdapat kata “Pasar”  membuktikan bahwa kawasan itu memiliki keutamaan dari wilayah lainnya.  Dalam sistem pemerintahan tradisional dan sosial Bengkulu nama wilayah/desa yang didahului kata pasar” (seperti Pasar Bengkulu) menunjukkan bahwa wilayah itu adalah daerah tertua yang juga bisa disetarakan dengan konsep kota sebagai tempat bertemunya orang-orang sekitarnya untuk berbagai ragam kegiatan dan keperluan.  Syarat sebuah desa dalam sistem sosial di Bengkulu setidaknya haruslah memiliki pemukiman dan pemimpin/pemuka adat, ada sarana ibadah (masjid) tempat berkumpulnya masyarakat untuk kegiatan ekonomi dan sosial, adanya komplek pemakaman.  Penamaan kawasan kelurahan Pasar Bengkulu sebagai Kota Tuo sudah sesuai dengan tradisi dan sejarah wilayah tersebut.

Kehadiran Inggris dan berkembangnya transaksi perdagangan (ekonomi uang) menjadikan daerah ini sebagai pusat perdagangan menggantikan bandar Selebar yang sudah dikenal sebelumnya.  Patih Setia Raja Muda memberi ijin Inggris bercokol di sebuah bukit kecil di tepi sungai Bengkulu untuk membangun perbentengan (fort York) dan pergudangan yang berkembang menjadi pusat perdagangan dan kegiatan kolonialisme.  Wilayah yang kemudian disebut Bencoolen ini ditata sesuai dengan konsep kota dagang dalam lingkup perbentengan. Bencoolen merupakan cikal kota modern yang sekarang dikenal sebagai kota Bengkulu. Pemindahan fort York sebagai pusat pemerintahan ke fort Marlborough di kawasan yang disebut Ujung Karang merupakan kesinambungan dari Bencoolen sebagai pusat dagang Inggris di pesisir barat bagian selatan pulau Sumatera.  Inggris kemudian mendatangkan etnis India untuk pembangunan benteng barunya dan Cina untuk pensuplai kebutuhan pokok (sembako) mereka.

 Naskah Melayu abad ke 17 menyebutkan terdapat kerajaan kecil di sekitar muara Sungai Serut (sungai Bengkulu sekarang), yaitu mudik kualo air (sungai), di sebelah kanan disebut Bangkahulu Tinggi.  Seterusnya dikatakan raja pertamanya adalah Ratu Agung (Siddik, 1996 : 1-2).  Sumber ini memperkuat pernyataan keluarga keturunan zuriat kerajaan Sungai Serut  berdasarkan catatan yang mereka miliki secara turun temurun menyebutkan Bangkahulu Tinggi yang terletak di sekitar sungai Bengkulu adalah pusat kerajaan Sungai Serut. Komplek pemakaman merekapun terletak disebelah kanan sungai Bengkulu.

Dilain pihak sumber Banten menyebutkan bahwa pada abad ke 16 dan 17 di Bengkulu berkembang beberapa kerajaan kecil yaitu : kerajaan Sungai Serut,  Selebar, Depati Tiang Empat. Sungai Lemao, Sungai Itam, dan Anak Sungai.  Kerajaan-kerajaan tersebut merupakan federasi yang dipersatukan berdasarkan genealogis dan adat.

Pada waktu itu Bengkulu sepertinya terbelah dua, bagian utara sungai Urai (kec Ketahun) dibawah pengaruh Aceh dan bagian selatannya kesultanan Banten.   Bahkan Banten mengaklaim Bengkulu sebagai daerah vatsalnya dan menugaskan Jenang sebagai wakil yang mengawasi perdagangan lada di Bengkulu. Kerajaan-kerajaan pesisir Bengkulu pada abad ke 16 dan 17 dikenal sebagai sentra penghasil lada dengan kualitas terbaik dijamannya. Aceh dan Banten saling berebut pengaruh untuk menguasai jalur perdagangan lada Bengkulu.  Sementara itu bangsa Eropa terutama Belanda dan Inggris bersaing ketat untuk menguasai bandar Bengkulu.

Pada tahun 1663 Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) mengeluarkan sebuah dekrit yang mengatur perdagangan rempah di daerah yang berada dalam pengawasannya.  Dekrit ini menjadi bukti bahwa Banten melakukan pengawasan ketat terhadap Bengkulu.  Di Bengkulu Banten menempat pengawas yang disebut Jenang.  Pada masa kekuasaan Sultan Haji (1683-1687), Belanda turut serta dalam pengaturan perdagangan rempah (sebagai balas jasa karena telah membantu Sultan Haji merebut kekuasaan dari ayahnya 1683) di semua bandar Banten terutama Bengkulu.

Kapal Inggris merapat di muara sungai Bengkulu (24 Juni 1685) yang merupakan wilayah kerajaan Sungai Serut.  Pada tanggal 12 Juli 1685 (setelah melalui perundingan yang sangat alot) bendera Inggris mulai dikibarkan di bukit kecil dipinggir sungai Serut, inilah awal berdirinya setlemen Bengkulu, selanjutnya dikenal sebagai Bencoolen. Nama Bencoolen sepertinya dilekatkan untuk kota sebagai pusat pemerintahan kolonialnya, bukan kepada Bengkulu secara keseluruhan sebagai wilayah jajahannya.  Peta-peta lama Inggris mengambarkan nama kota seperti Bencoolen, Silebar, Seluma, Ketahun Lais dan lain-lain, demikian juga pada beberapa koresponden gubernur Inggris di Bengkulu dengan Inderapura maupun Madras.

Fort York merupakan benteng pertama Inggris di Bengkulu yang berdiri di atas lahan seluas 700 M² mulai dibangun pada akhir tahun 1685 dan selesai pada tahun 1701.  Benteng dengan empat bastion ini juga dilengkapi dengan barak militer dan pergudangan serta memfungsikannya sebagai pusat pengendalian kolonialismenya.  Dari koresponden Ralph Ord (penguasa Factory Inggris di Bengkulu) dan Joshua Chartlon penguasa Inggris di Madras diketahui bahwa pembangunan benteng agak terhambat karena kendala cuaca, ketersediaan finansial, pekerja dan material bangunan.  Sejak saat itu Inggris menamakan faktori dagangnya di Bengkulu dengan Garnizun EIC di Pantai Barat pulau Sumatra (The Honourable East India Company’s Garrison on the West Coast of Sumatra).

Lingkungan georafis yang lembab dan berawa menyebabkan banyak penghuninya terserang malaria dan disentri bahkan menemui ajalnya. Letak yang kurang strategis yang selalu tergerus arus sungai menyebabkan tingginya biaya perawatan, akhirnya benteng ini kurang terawat dan terbengkalai. Joseph Collet (yang menjadi pimpinan Garnizun di Bengkulu 1712-1716) menyimpulkan bahwa Fort York membutuhkan perbaikan besar oleh sebab itu pada tanggal 27 Februari 1712, Joseph Collet menulis surat kepada Dewan Direksi EIC yang mengusulkan pembongkaran fort York dan membangun benteng baru di tempat yang disebut Carrang. (Harfield, 1995 ; 50-51). Carrang yang diusulkan Collet terletak sekitar dua mil dari Fort York (orang Bengkulu menyebutnya Ujung Karang).

Di kawasan kota Tuo masih banyak ditemukan rumah lama dengan konstruksi rumah panggung ciri khas arsitektur tradisional Bengkulu.   Tiang rumah tidak ditanamkan ke tanah, melainkan diletakkan di atas batu datar yang disebut batu sandi.  Konstruksi ini untuk mengantisipasi pelapukan pada tiang dan juga dipercaya dapat mengurangi risiko bencana gempa yang sering terjadi.  Tangga depan yang menghubungkan halaman dengan brendo (beranda/teras rumah umumnya terbuat dari kayu dan sebagiannya juga ada yang terbuat dari tembok.  Ciri lain dari rumah tuo kawasan Kota Tuo Bengkulu dibangun dengan sistem pasak pada bagian-bagian tertentu seperti pada sambungan, tidak menggunakan paku.  Satu diantara rumah tuo itu berdinding pelupuh sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya.

Masjid Tuo (mesjid Al-Mujahidin) yang awalnya konon didirikan oleh raja Sungai Serut merupakan masjid pertama dan tertua di kawasan kelurahan Pasar Bengkulu.yang juga telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya peringkat kota Bengkulu. Menurut penuturan orang tua di kawasan kota Tuo Pasar Bengkulu, masjid tuo ini dibangun sekitar tahun 1930an yang merupakan pindahan dari bangunan masjid lama yang berlokasi di pinggir sungai Bengkulu tidak begitu jauh dari lokasi sekarang.

Bangunan mesjid tuo telah beberapa kali direnovasi, pada beberapa bagian yang masih asli seperti kusen, mimbar, mihrab, menara tempat azan dan empat buah tiang yang terletak dibagian tengah ruang masjid serta beberapa jendela bagian dalam. Konstruksi atap berbentuk tumpeng, di bagian mihrab mencirikan gaya masjid lama berupa mimbar tembok yang mempunyai tangga. Mihrab tempat imam menjorok keluar ke arah barat (depan Mesjid) dengan langit-langit melengkung. Pada sisi kiri, kanan dan belakang bangunan utama terdapat selasar yang juga bagian dari ruang salat. Pada sisi kanan masjid terdapat menara yang menurut informasi tetua Pasar Bengkulu adalah tempat muazin mengumandangkan azan.

Komplek pemakaman Bukit yang dulunya disebut keramat Gobah menurut keluarga keturunan zuriat kerajaan Sungai Serut terletak di Kampung Kelawi. Pada pemakaman ini ditemukan beberapa makam tua, salah satunya adalah makam Pangeran Mangku Rajo (tokoh yang berhasil mengusir Inggris dari Fort Marlborough tahun 1719).  Tak jauh dari itu terdapat keramat Batu Mejolo tempat dimakamkannya Ratu Agung (raja pertama Sungai Serut), namun sangat disayangkan kondisi kedua pemakaman ini kurang terawat.

Tinggalan arkeologis lainnya adalah berupa bunker (bangunan/lubang pertahanan bawah tanah).yang terletak di Kampung Kelawi. Bunker ini adalah sisa pertahanan tentara pendudukan Jepang yang dibangun antara tahun 1942/1943. Terdapat beberapa bunker yang masih utuh dan sekarang masuk dalam pemukiman penduduk, kondisinya pun kurang terawat karena oleh masyarakat sekitar dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah tak resmi.  Saat ini bunker Kampung Kelawi sudah tertutup karena masuk dalam pekarangan warga sehingga bisa terjaga dari aksi pembuangan sampah oleh warga yang kurang bertanggungjawab.

 Tinggalan arkeologis dan sejarah budaya di kawasan kota Tuo merupakan bukti sejarah masa lampau Bengkulu dari kerajaan Sungai Serut, cikal bakal berdirinya kota Bengkulu dan situs fort York, serta tugu perjuangan rakyat Bengkulu terhadap kolonial dalam menegakkan kemerdekaan. Semua itu merupakan bukti penting dalam mengungkap sejarah kepahlawanan rakyat Bengkulu menentang kolonialisme dan Imperealisme. Menginformasikan tinggalan kota tuo diharapkan dapat menggugah kesadaran kolektif tentang masa lampau dalam rangka menumbuhkan kecintaan terhadap warisan sejarah budaya dan identitas kolektif.  Nilai-nilai yang diwarisi diharapkan dapat menjadi dasar pembentukan kepribadian bangsa berdasarkan kearifan lokal.

Menjadikan kawasan kota Tuo sebagai destinasi wisata berbasis kerakyatan, diharapkan dapat menumbuhkan ekonomi dengan mengembangkan rumah tua sebagai home stay pembinaan industri kreatif cendera mata serta kuliner tradisional masyarakat sekitar objek.  Dengan pengelolaan yang proporsional secara langsung akan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar kerena didasarkan ekonomi kerakyatan. (**)

 * Penulis: Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kota Bengkulu, Anggota PMMI (Perkumpulan Magister Museologi Indonesia)

                                                            

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Kontak Klip Berita

Most Popular

Recent Comments